Assalamualaikum. WR. Wb
Khutbah Pertama
اَلحَمْدُ لِلّهِ الّذِى فَقَّهُ فىِ الدِّيْنِ مَنِ اصْطَفَاهُ مِنَ العُلَمَاءِ الأَعْلاَمِ,وَجَعَلَهُمْ كَوَاكِبَ يَهْتَدِىِبهِمْ كُلُّ ضَالٍّ فىِ حَلَكِ الظَّلاَمِ, واَشْهَدُ اَنْ لاَاِلهَ اِلاّالله ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَاشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ المَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلأَنَامِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وسلِّم عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحِسَانِ إِلَى يَوْمِ الْمِيْعَادِ. اَمَّا بَعْدُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ، يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَيُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ، وَمَنْ يُصَدِّقِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا ،
Jamaah Sholat Jumat Rohimakumullah
Alhamdulillah tanpa terasa, kita telah berada di akhir-akhir Bulan Rajab dan akan segera memasuki bulan Syaban, bulannya Rosululloh, yang berarti tinggal satu bulan lagi kedatangan bulan pendidikan yaitu bulan Romadhon yang dimuliakan.
Terdapat kejadian yang sangat penting di akhir bulan Rajab ini, yaitu peristiwa Isra dan Mi’raj, yang merupakan mukjizat terbesar yang Allah berikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW setelah Al-Quran. Dan tanpa terasa, pada Sabtu besok tertanggal 10 Juli 2010, atau bertepatan tanggal 27 Rajab 1431 Hijriah, peristiwa yang terjadi 1432 yang lalu, kembali akan kita peringati.
Isra dan mi’raj merupakan fenomena ilahiyah, atau sebuah kenyataan yang sengaja Allah ciptakan di tengah masyarakat yang masih berpikir sederhana, di mana belum berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini. Sehingga sangatlah sulit bagi seseorang di zaman itu untuk percaya terhadap peristiwa Isra dan mi’raj. Oleh karena itu, bukan sesuatu yang aneh, tidak sedikit orang yang telah memeluk agama Islam, akhirnya kembali menjadi kafir, karena peristiwa yang mereka anggap tidak masuk akal ini. Akan tetapi sungguh menjadi sesuatu yang aneh, jikalau ada dari segelintir umat Islam sekarang ini masih mempertanyakan Isra dan Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW.
Pandangan yang mengingkari mu’jizat Nabi dalam peristiwa Isra’ dan mi’raj pada masa ini berasal dari para orientalis. Mereka mengkaji peristiwa Isra dan Mi’raj tetapi tidak didasari keimanan terhadap hal‑hal yang ghaib, tanpa disertai iman terhadap pencipta mujizat itu sendiri. Sehingga fenomena apapun dalam sejarah, selalu mereka ukur dengan logika akal yang terbatas.
Sayangnya pemikiran seperti ini diikuti oleh segelintir dari kalangan kaum muslimin sendiri, yang terlalu silau dengan istilah metodologi ilmiyah. Sehingga akhirnya mereka berpandangan bahwa yang melakukan Isra’ dan Mi’raj itu hanyalah ruh, dan bukan jasadnya Nabi. Hal ini menurut mereka, mustahil tubuh Nabi yang material dan terbuka itu, bisa menembus lapisan langit dalam waktu yang sangat terbatas. Bahkan segelintir lainnya beranggapan, bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan Isra dan Mi’raj hanya melalui mimpi. Sungguh ini adalah suatu kebohongan yang nyata.
Isra dan mi’raj adalah mu’jizat ilahiyah yang memang tidak mesti terjangkau oleh akal manusia. Akal manusia, sangatlah terbatas untuk bisa menelusuri hakikat Isra dan miraj, karena Isra dan mi’raj adalah termasuk hal yang ghaib, sesuatu yang tidak bisa dicapai hanya bersifat inderawi. Dalam hal inderawi ini, akal hanya diperintahkan untuk mengimani, dan tunduk kepada apa saja yang difirmankan oleh Allah SWT dan disabdakan oleh Rosululloh SAW.
سَنُرِيْهِمْ ايتِنَافىِ الافَاقِ وَفىِ اَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الحَقُّ, اَوَلمَ ْيَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهُ عَلىَ كُلِّ شَيْئ ٍشَهِيْد
“Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda‑tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri. Sehingga jelas bagi mereka bahwa AI‑Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup bagimu bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu”. (Surah:Fhusshilat Ayat 53).
Jamaah Sholat Jumat Rohimakumullah
Peristiwa besar itu, terjadi pada tahun kesebelas kenabian, adalah peristiwa yang menjadi buah pembicaraan yang tak putus-putusnya hingga sekarang ini. Yaitu Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi besar Muhammad SAW. Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah dalam Surah Al‑Isra Ayat 1 yang berbunyi:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَي بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ المَسْجِدِ الحَرَامِ اِليَ المَسْجِدِ الأَقصَي الّذِي باَرَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُو َالسَّمِيْعُ البَصِيْر.
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, Agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda‑tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dialah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Maka kalau kita perhatikan, kata‑kata ‘abdihi yang bermakna hamba‑Nya dalam surat AI‑Isra’ ini adalah terdiri dari unsur ruh dan tubuh. Karena dalam pengertian bahasa Arab ruh saja tidaklah cukup untuk bisa dikatakan sebagai hamba, begitu pula sebaliknya, tubuh saja tidak bisa dikatakan sebagai hamba. Yang dapat dikatakan sebagai seorang hamba, mestilah terdiri dari gabungan unsur ruh dan tubuh.
Dan seumpamanya Rosululloh menerangkan, bahwa Beliau bermimpi naik ke langit, kenapa orang-orang kafir menuduh Nabi berbohong, menuduh Nabi penghayal, bahkan dituduh sebagai seorang yang telah gila. Adakah manusia di dunia ini yang membohongkan orang yang bermimpi? Ini saja sudah menjadi bukti, bahwa Nabi ketika itu menerangkan bahwa tubuh dan ruhnya naik ke langit, sehingga orang-orang kafir mengatakan bahwa Beliau dusta dan peristiwa itu tak masuk di akal.
Perselisihan lain yang coba mereka pertajam adalah, apa yang tersirat dalam surah An‑Najm ayat 13 hingga 17. Mereka mempertanyakan tentang Rosululloh melihat Tuhannya. Apakah Rasulullah benar‑benar bertemu dan melihat Allah Jalla Jalaluh dengan kedua matanya, ataukah hanya dengan hatinya? Ataukah sama sekali tidak melihatNya?
Jamaah Sholat Jumat Rohimakumullah
Tak diragukan lagi, puncak peristiwa Isra dan Mi’raj adalah perjumpaan Rosululloh dengan sang maha pencipta dan berdialog denganNya. Percakapan itu diabadikan dalam bacaan tahiyat yang selalu kita ucapkan dalam sholat. Ketika Rasulullah berjumpa dengan Tuhannya, Beliau berucap: “Attahiyyaatul Mubarokatus sholawaatut thayyibaatu lillah”. Kemudian Allah pun membalas ucapan mulia ini: “Assalaamu ‘alaika ayyuhan Nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”. Selanjutnya para Malaikat pun berkata: “Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibaadillaahis shalihin”
Maka menurut itiqod kita, itiqod Ahli Sunnah wal jamaah, melihat dzat Allah adalah pasti adanya, dipandang dari dalil syara’ yang berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Syeikh Ibrahim Allaqani yang mengatakan: “Dan setengah daripada yang jaiz atau boleh menurut akal, adalah dapat dilihatnya Allah Taala dengan mata kepala, tetapi tanpa cara dan tanpa batas.
Timbulnya perselisihan ini, dimulai dari atsar Ummul Muminin Aisyah RA, yang serta-merta Beliau menyangkal ketika sahabat Masruq bertanya kepadanya, “Ya Ummu Muminin, adakah Rosululloh pernah melihat Tuhannya?
Aisyah menjawab, “Rambut saya berdiri ke ujung-ujungnya mendengar pertanyaanmu ini”. Dan dia mengulang jawaban ini tiga kali, “siapapun yang mengatakan itu kepadamu, adalah tidak benar. Siapakah yang mengatakan kepadamu bahwa Rosululloh pernah melihat Tuhan ?. Sebagian ulama sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Siti Aisyah, dan terdapat keterangan yang masyhur bahwa Ibnu Mas’ud dan Abu Hurairoh menyampaikan pandangan yang serupa.
Akan tetapi beberapa ahli hadits, ahli kalam, dan para fuqoha menyangkal pandangan di atas, dan menyangkal ketidakmungkinan Nabi melihat Allah di dalam dunia ini. Ibnu Abbas berkata, “Rosululloh menyaksikan Allah dengan mata Beliau.” Ibnu Umar pun meyakini akan hal itu. Jafar Bin Muhammad Al-Shadiq memperkuat pendapat ini dengan mengatakan, Allah menyampai wahyu perintah sholat tanpa perantara Jibril. Termasuk Imam Al-Asy’ari juga menyakini bahwa Nabi Muhammad SAW bercakap dengan Tuhan dalam mi’rajnya.
Saudaraku Seiman dan Seagama, ungkapan segelintir umat Islam yang berpegangan pada ucapan Ummul Muminin yang telah diterangkan di atas. Bagi para Muhadditsin, fuqoha dan para mutakallimin menilai ada kejanggalan dan kelemahan pada ucapan ini. Pertama, Ini bukan ucapan Siti Aisyah, tetapi seolah-olah dibuat oleh Beliau. Isra dan Mi’raj terjadi 1 tahun sebelum Hijrah, sedangkan Nabi menikah dengan Ummul Muminin Aisyah RA sesudah Beliau Hijrah ke Madinah. Yang kedua tanda bahwa ucapan ini adalah Maudhu/alias sangatlah lemah, bahwa Siti Aisyah mengatakan tidak pernah kehilangan tubuh Nabi, ini mustahil karena Nabi tidak selalu bersama dengan Siti Aisyah, Beliau mempunyai istri-istri yang lain.
Begitu juga kalau mi’raj diitiqodkan dengan mimpi atau hanya dengan ruh, maka akan timbul suatu kemusykilan. Hal ini akan mengurangi derajat sholat yang sangat penting itu.
Maka keyakinan seperti itu sungguh keliru, bahkan akan menyesatkan aqidah kaum muslimin. Karena imanlah yang harus menjadi dasar, jika iman kepada Allah telah tertanam di dalam jiwa seseorang, maka akan mudah untuk mengimani segala sesuatu yang Iebih sulit sekalipun
Jamaah Sholat Jumat Rohimakumullah
Kiranya juga ada yang harus diperjelas. Berbicara tentang langit, bumi, matahari dan bintang-bintang. Penyebutannya semuanya di dalam Al-Qur’an, di sebut langit dunia atau Samaaud Dunya, artinya langit yang terdekat kepada manusia, di mana manusia dapat melihat dan menyaksikannya, sebagaimana yang tersurat dalam dalam surah al-Mulk ayat 5.
Dengan ayat ini dapat disimpulkan bahwa untuk pergi ke planet-planet, atau berangkat ke bulan, tidaklah perlu menembus langit, karena semuanya berada di bawah langit pertama. Dan menembus langit, tidak akan terjadi untuk selamanya berdasarkan dalil syara’. Sebagaimana dikatakan KH. Syafii Hadzami dalam bukunya Taudihul Aladillah. Hal ini penting diungkapkan, agar kita tidak terjebak perkataan para orientalis yang mengatakan, bahwa bulan berada di langit ke yang empat.
Jamaah Sholat Jumat Rohimakumullah
Adalah sangat mungkin manakala Allah SWT berbicara langsung kepada Nabi Muhammad SAW, dan hal yang demikian tidaklah bertentangan dengan akal sehat. Dan syariat sendiri tidak menyangkal kemungkinan terjadinya pertemuan dan pembicaraan langsung Rosululloh dengan Tuhannya.
Yang harus kita yakini, bahwa perihal kedekatan, terhadap atau dari Allah Jalla Jalaluh, tidaklah dapat kita bayangkan sebagai sebuah kedekatan tempat dan ruang. Dan bagaimana cara Beliau melihat Tuhannya, itu kita serahkan kepada Allah Jalla Jalaluh bagaimana caranya, tapi yang pokok menurut Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah yakini, Allah SWT akan dilihat dengan kedua mata kekasihNya.
Semoga khutbah sederhana ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita, untuk menyimak kembali peristiwa besar yang pernah terjadi dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dan mudah-mudahan khutbah ini bermanfaat menambah keyakinan dan keimanan kita, dan kita berdoa dan berharap, semoga kita selalu berada di jalan Allah yang benar.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَِّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
bagus, bagus, bagus, anda memang bagus
BalasHapusfostingan anda sangat berguna dan bermanfaat bagi kami, saya khususnya. semoga kebaikan anda dibalas oleh Allah Yang Maha Kuasa. Amiiin....
semoga anda dibukakan hati untuk selalu memberi kebaikan kepada orang lain.....
terimakasi yaa.... dah berkunjung di blog saya
Hapusbila ada kritik dan saran silakan tulis di sini ga usah sungkan-sungkan!